Rabu, 08 Mei 2013

Sejarah Hari Guru/PGRI di Indonesia

Sejarah Hari Guru Indonesia 25 November 1945

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hri proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya. Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.” Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Namun, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya , PGI kembali berkiprah. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Repub-lik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan yakni Mempertahan-kan dan menyempurnakan Republik Indonesia, mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan, dan membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya. Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Harapan Besar PGRI
Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis. Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun. Akan tetapi di Indonesia, Hari Guru bukan merupakan hari libur nasional sehingga sekolah, instansi pemerintah, dan perusahaan swasta tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Hari Guru lebih banyak diperingati di sekolah-sekolah dengan cara mengadakan berbagai acara dan kegiatan sebagai bentuk penghargaan dan rasa terima kasih terhadap guru di Indonesia. Tentu ada sebuah harapan besar di hari ulang tahun guru ini. Harapan besar itu adalah bersatunya para pendidik dalam satu wadah organisasi yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Suka atau tidak suka PGRI adalah salah satu organisasi pendidik terbesar yang diakui pemerintah, dan hari kelahiran PGRI kita peringati sebagai hari guru. Mudah-mudahan para guru selalu mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. “Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan”. Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan ditauladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Ada sebuah kalimat hikmah, “man yazra’ wa huwa yahsud”, artinya siapa yang menanam, dialah yang akan memanen. Jika kita menginginkan kebaikan bagi diri kita, maka mulailah dari diri kita untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain. Dalam makna lain siapa yang menanam padi, dia akan memanen padi pula. Bahkan rumput pun akan tumbuh disekitar padi itu. Namun, siapa yang menanam rumput, jangan harap ada padi yang bisa tumbuh. Oleh karena itu guru harus meningkat-kan customer service bagi anak didiknya. Karena jasa-jasa guru akan terpatri dan guru akan selalu hidup dalam setiap kenangan dan langkah kehidupan anak didiknya, sebagaimana sering dilantunkan peserta didik dalam lagu Hymne Guru. Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Selamat Hari Guru Nasional dan Sukses untuk kita semua. *Dikutip dari:Ganesha

PENDIDIK PROFESIONAL DALAM PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK

I. PENDAHULUAN

Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi berhubungan dengan arah perilaku, kekuatan respon dan ketahanan perilaku. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapainya suatu tujuan. Motivasi tumbuh didorong oleh kebutuhan (need) seseorang, seperti kebutuhan menjadi orang kaya maka seseorang berusaha mencari penghasilan sebanyak – banyaknya dengan jalan berdagang, berbisnis, menjadi pengusaha, dan sebagainya. Orang akan termotivasi bila percaya bahwa suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu, hasil tersebut mempunyai niai positif baginya dan hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang. Motivasi berfungsi sebagai pendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, pengarah, dan penggerak. Memberikan motivasi kepada peserta didik, berarti kita memberdayakan afeksi mereka agar dapat melakukan sesuatu melalui penguatan langsung (external), penguatan pengganti, dan penguatan diri sendiri. Jenis motivasi dalam belajar dibedakan dalam 2 jenis, yaitu: 1. Motivasi Extrinsik, merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan seseorang tidak secara mutlak berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri. 2. Motivasi Intrinsik, merupakan kegiatan belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

II. PENGUATAN MOTIVASI BELAJAR

Penguatan motivasi belajar dari pendidik menurut para ahli (Adaptasi dari Knoers, Siti Rahayu, 1989; Winkel, 1991; Briggs & Tefler, 1987; Joyce & Weil, 1988). Bagan ini menurut Schin, 1991: 101-106; Koeswara, 1989; Monks, 1989; Joyce & Weil, 1980, Winkel, 1991: 144-187 (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002; 94). 1. Guru adalah pendidik yang berperanan dalam rekayasa pedagogis. Ia menyusun desain pembelajaran, dan dilaksanakan dalam proses belajar – mengajar. Guru bertindak membelajarkan peserta didik yang memiliki motivasi intrinsik. 2. Peserta didik adalah pihak yang paling berkepentingan dalam menghayati belajar. Ada peserta didik yang telah berkeinginan memperoleh pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan sejak kecil. Peserta didik yang lain baru memiliki itu semua berkat teman sebayanya. Mereka ini memiliki motivasi ekstrinsik. 3. Dalam proses belajar – mengajar, pendidik melakukan tindakan mendidik seperti memberi hadiah, memuji, menegur, menghukum, atau memberi nasihat. Tindakan pendidik tersebut berarti menguatkan motivasi intrinsik; tindakan pendidik tersebut juga berarti mendorong peserta didik belajar karena ingin memperoleh hadiah atau menghindari hukuman. Dampak dari hal ini adalah peserta didik “menghayati” motivasi intrinsik atau motivasi ekstrinsik, dan memiliki semangat yang lebih untuk belajar. 4. Hasil belajar yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai hasil belajar sementara, bagian, tak lengkap, atau yang lengkap. Dari segi rekayasa, maka hasil belajar tersebut dibedakan menjadi: dampak pengajaran dan dampak pengiring. 5. Dampak pengajaran adalah hasil belajar yang segera dapat diukur, yang terwujud dalam hasil lapor, nilai ujian akhir, dan nilai ijazah, atau transkrip IP. Sebagian besar rekayasa pedagogis pendidik terwujud sampai pada dampak pengajaran. 6. Dampak pengiring adalah unjuk kerja peserta didik setelah mereka lulus ujian atau merupakan transfer hasil belajar di sekolah. Dari segi tugas pengembangan jiwa, maka dampak pengiring merupakan unjuk kerja tugas perkembangan untuk mencapai aktualisasi diri secara penuh. Dampak pengiring merupakan sarana untuk melakukan emansipasi kemandirian bagi peserta didik. 7. Setelah peserta didik lulus sekolah, sekurang – kurangnya selesai wajib belajar 9 tahun, maka diharapkan mereka dapat mengembangkan diri lebih lanjut. Lulusan sekolah dapat membuat program belajar sepanjang hayat, lewat jalur sekolah atau luar sekolah. 8. Dengan memprogramkan pembelajaran sendiri secara berkesinambungan, maka ia memperoleh hasil belajar atas tanggung jawab sendiri. Ditinjau dari segi peserta didik sebagai siswa, maka emansipasi kemandirian merupakan rangkaian program belajar sepanjang hayat. Dalam hal ini, peserta didik telah mampu memperkuat motivasi belajarnya sendiri karena kebutuhan aktualisasi diri.

III. MEMOTIVASI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR

Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, motivasi akan memberi hasil yang lebih baik terhadap perbuatan yang dilakukan seseorang. Motivasi yang dapat diberikan oleh pendidik: 1. Belajar melalui model Seseorang berkembang dengan meniru suatu model, yakni seseorang meniru perilaku orang lain yang disebut belajar. Misalnya belajar atas kegagalan dan keberhasilan seseorang dan menjadikannya pengalaman. Belajar model dapat dilakukan dengan melalui fase – fase: a. Fase Perhatian, fase ini merupakan proses belajar dengan menampilkan atau memberi model yang menarik yang merangsang minat pada peserta didik untuk dipelajari. b. Fase Retensi / Fase Pengulangan. c. Fase Reproduksi, merupakan proses pembimbingan informasi dari bentuk bayangan ke dalam penampilan perilaku yang sebenarnya. d. Fase Motivasi, merupakan fase terakhir dari proses belajar observasional, dimana peserta didik meniru model untuk mendapatkan reinforcement dan informasi yang akan berguna dalam kehidupannya kelak. 2. Belajar kebermaknaan Di dalam materi yang disampaikan oleh pendidik mengandung makna tertentu bagi peserta didik (pengajaran yang bermakna). 3. Melakukan interaksi Interaksi antara peserta didik dan pendidik adalah proses komunikasi yang dilakukan secara timbal balik dalam menyampaikan pesan (message) kepada peserta didik. 4. Penyajian yang menarik Pendidik harus mampu menyajikan informasi dengan menarik, dan asing bagi para peserta didik. 5. Temu tokoh Pengelola sekolah mengundang tokoh atau figur publik untuk memaparkan keberhasilan mereka dalam jenjang pendidikan di depan para peserta didik, sehingga para peserta didik tergugah hatinya untuk berprestasi seperti tokoh di hadapannya dan memunculkan need for achievement dalam diri mereka. 6. Mengulangi kesimpulan materi Setelah materi pelajaran disampaikan, dan umpan balik dari peserta didik telah dilakukan, maka siswa akan diminta untuk mengulangi kesimpulan materi yang disampaikan dalam bentuk poin – poin materi. 7. Wisata alam Peserta didik belajar dengan melihat fenomena – fenomena alam dalam bentuk wisata untuk menumbuhkan minat belajar baru yang nantinya akan memberikan kesan tersendiri pada peserta didik. Sehingga mereka dapat mengembangkan pemikirannya, merangsang mereka untuk berbuat karena mereka membuktikan dan menyaksikan sendiri kejadian alam yang terjadi di sekitar mereka. Kegiatan pembelajaran seperti ini termasuk cara mencerdaskan, mendewasakan, membebaskan, dan memanusiakan manusia (peserta didik). 

IV. KESIMPULAN

Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Memberikan motivasi kepada peserta didik, berarti kita memberdayakan afeksi mereka agar dapat melakukan sesuatu melalui penguatan langsung (external), penguatan pengganti, dan penguatan diri sendiri. Guru bertindak membelajarkan peserta didik yang memiliki motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik dimiliki peserta didik yang telah berkeinginan memperoleh pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan sejak kecil. Setelah peserta didik lulus sekolah, sekurang – kurangnya selesai wajib belajar 9 tahun, maka diharapkan mereka dapat mengembangkan diri lebih lanjut. Ditinjau dari segi peserta didik sebagai siswa, maka emansipasi kemandirian merupakan rangkaian program belajar sepanjang hayat. Dalam hal ini, peserta didik telah mampu memperkuat motivasi belajarnya sendiri karena kebutuhan aktualisasi diri. Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, motivasi akan memberi hasil yang lebih baik terhadap perbuatan yang dilakukan seseorang. Motivasi yang dapat diberikan oleh pendidik: belajar melalui model, belajar kebermaknaan, melakukan interaksi, penyajian yang menarik, temu tokoh, mengulangi kesimpulan materi, wisata alam. Kegiatan pembelajaran seperti ini termasuk cara mencerdaskan, mendewasakan, membebaskan, dan memanusiakan manusia (peserta didik).